BREAKING NEWS

Blogger templates

Sunday 12 September 2010

Chapman Sang Reformis

ARSENE Wenger pernah dituding terlalu ekonomis dalam kebijakan transfernya tak lama setelah Arsenal menempati stadion Emirates di kawasan Ashburton Grove, London.

Tapi Wenger memiliki alasan kuat melakukannya. Alasan yang membuat para Gooners akhirnya menyadari kelangsungan hidup klub pun tak kalah penting dengan target prestasi.

Wenger melakukannya demi membantu keuangan klub tetap stabil setelah banyak tersedot untuk pembangunan stadion pengganti stadion Highbury.

Sejak terakhir kali membawa The Gunners menjuarai Premiership di musim 2003/2004, Wenger memang kalah dari Sir Alex Ferguson, Jose Mourinho dan Carlo Ancelotti dalam urusan prestasi.

Tapi, Wenger (mungkin) lebih unggul dibandingkan manajer yang masih maupun pernah beredar di Inggris lainnya dalam urusan membuat neraca keungan klub tetap stabil.

Wenger akhirnya memutuskan menjual Patrick Viera ke Juventus dan Thiery Henry, legenda The Gunners ke Barcelona demi menjaga kondisi keuangan klubl.

Tapi di sisi lain, meski harus menjual sejumlah pemain bintangnya, Wenger tetap bisa menjaga Arsenal tetap berada di barisan elit klub Premiership.

Untuk sepak bola Inggris, Wenger adalah sosok yang ideal. Gelar master bidang ekonomi miliknya merepresentasikan kemampuan Wenger mempraktekkan hukum ekonomi di sepak bola.

Di Inggris peran seorang pelatih memang tak sekadar mengurai taktik dan strategi bermain sepak bola yang baik dan efektif.

Ada aspek bisnis yang mesti dijalankan demi kepentingan klub, terutama kebijakan menyangkut kontrak maupun transfer pemain. Karenanya muncul istilah manager-coach.

Peran lebih yang dimiliki seorang pelatih di Inggris, akhirnya menginspirasi klub maupun federasi sepak bola di sejumlah Negara untuk mengadopsinya.

Di era sepak bola modern, peran, fungsi dan tanggung jawab seorang pelatih jadi lebih besar karena adanya tuntutan diluar persoalaan teknis.

Peran lebih itu pula yang membuat Inggris (kembali) terbukti sebagai Negara pionir pengembangan hingga akhirnya menjadikan sepak bola sebagai ladang bisnis menggiurkan.

Adalah Herbert Chapman salah seorang manajer legendaris Arsenal yang berandil besar terhadap semua hal yang saat ini terjadi dalam sepak bola, termasuk untuk urusan pengembangan bisnis.

Chapman dikenal sebagai seorang reformis. Dia menjadi manajer yang dianggap pertama memerankan fungsi diluar urusan teknis.

Ketika secara struktur dan fungsi kerja klub-klub sepak bola Inggris masih mengenal adanya komite seleksi dan dewan untuk menentukan pemain serta membangun tim. Chapman, menuntut peran dan fungsi tersebut dipegangnya langsung.

Chapman dianggap sebagai salah satu manajer modern karena kaya inovasi. Setiap memainkan perannya sebagai manajer, Chapman menerapkan aturan ketat soal pentingnya kebugaran fisik pemain.

Dia pun menuntut kontrol dan wewenang penuh soal kebijakan transfer pemain, baik pembelian maupun penjualaan.

Hal itu dilakukan Chapman karena selalu memiliki pandangan tentang bagaimana sebuah klub sepak bola itu, dibangun dengan cara yang ideal.

Tidak hanya untuk jangka pendek tapi jangka panjang. Chapman diketahui selalu berpikiran klub yang ditanganinya harus tetap mampu bersaing minimal dalam jangka lima musim kompetisi.

Namun karena peran yang dimainkannya kala itu, belum bisa dikatakan lazim dimainkan seorang manajer, Chapman nyaris dijatuhi sanksi ketika menangani Arsenal.

FA menuding Arsenal melakukan praktek pembelian pemain ilegal ketika mendatangkan Charlie Buchan.

FA menemukan bukti Buchan memperoleh uang intensif supaya bersedia menandatangani kontrak sekaligus meninggalkan klubnya, Sunderland pada 1925.

Chapman akhirnya lolos dari ancaman terkena hukuman dari FA. Federasi sepak bola Inggris itu, justru malah menjatuhkan sanksi kepada Sir Henry Norris, Direktur Arsenal saat itu.

Meski pada masanya peran dan kontrol Chapman, membuatnya dikenal sebagai manajer yang licik.

Tapi apa yang dilakukan Chapman akhirnya banyak ditiru oleh sejumlah manajer maupun klub di Inggris hingga akhirnya peran dan fungsi seorang manajer klub sepak bola berkembang seperti sekarang.

Ketika meniti karier sebagai pemain sepak bola, Chapman tak cukup sering menunjukan sinar terangnya.

Tapi ketika duduk sebagai manajer, Chapman telah menyinari sepak bola secara keseluruhan.

Tak hanya itu, football history memasukan nama Chapman sebagai salah satu dari 10 pelatih (manajer) terbaik di dunia yang pernah ada karena andilnya di era sepak bola modern.

Chapman meninggal dunia pada usia 55 tahun saat masih berstatus sebagai manajer Arsenal, akibat pheunomia atau radang paru-paru yang sudah dideritanya sejak lama.

Usai menyaksikan laga Bury melawan Notts County, 1 Januari 1934. Chapman kemudian berniat menyaksikan laga Sheffield Wednesday, lawan selanjutnya yang akan dihadapi Arsenal.

Dalam perjalanan menuju kota Yorkshire itu, Chapman akhirnya dilaporkan meninggal dunia.

Patung perunggu Chapman yang dibangun di Stadion Highbury untuk mengenang jasanya, menunjukan jika dia tak hanya seorang manajer legendaris The Gunners, juga sepak bola Inggris dan dunia.***

Wednesday 8 September 2010

Dari Groves Ke Ronaldo, Lalu ?

WILLIE Groves mengawali dimulainya era praktek ekonomi tingkat tinggi di sepak bola. Secara resmi Groves diakui sebagai pesepak bola pertama yang pindah klub, setelah terjadi kesepakatan jual beli dalam bentuk kompensasi uang transfer.

Proses kesepakatan jual beli striker timnas Skotlandia tersebut melibatkan klub Liga Primer Inggris, West Bromwich Albion (WBA) dan Aston Villa, terjadi pada 1893. Nilai jual Groves mencapai 100 poundsterling jadi yang pertama sekaligus tertinggi.

Nilai transfer Groves bertahan 11 tahun ketika Newcastle United membeli Andy McCombie (Skotlandia) dari rival sekota, Sunderland FC dengan harga 700 poundsterling.

116 tahun kemudian, setelah penjualan Groves oleh WBA ke Villa. Tepatnya pada 2009, nilai jual tertinggi pemain sepak bola menggelembung hingga 800 ribu kali lipat.

Rekor tertinggi pemain sepak bola terukir ketika Real Madrid mendatangkan Cristiano Ronaldo dari Manchester United seharga 80 juta poundsterling.

Sepanjang sejarah era sepak bola profesional, tercatat hingga 2009 sudah terjadi 33 rekor pemecahan nilai transfer. Mayoritas rekor transfer pemain ini dilakukan oleh klub Italia dan Spanyol.

Negeri Pizza mencatat 18 kali pemecahan rekor transfer, dimulai ketika Napoli mendatangkan striker Swedia, Hans Jeppson dari Atalanta pada 1952 dengan nilai 105 juta Lira.

Italia setelah itu, bisa dikatakan merajai bursa transfer pemain terutama dari sisi nilai yang dikeluarkan. Namun krisis keuangan yang melanda sejumlah klub di Italia pada 2000-an membuat posisi Italia kemudian diambil alih Spanyol.

Hernan Crespo tercatat jadi pembelian termahal di dunia terakhir yang dilakukan klub Italia. Rekor tersebut dicatat pada tahun 2000 ketika Lazio membeli Crespo dari Parma seharga 35,5 juta poundsterling.

Tapi rekor transfer Crespo hanya bertahan dalam hitungan pekan saja setelah Real Madrid membeli Luis Figo dari musuh abadinya Barcelona dengan nilai transfer 1,5 juta poundsterling lebih mahal dari nilai kesepakatan Parma dan Lazio untuk Crespo.

Tapi bukan barisan pemain dengan nama besar yang pernah memenangkan sejumlah trofi bergengsi termasuk Piala Dunia yang tercatat namanya paling lama bertahan sebagai pemain sepak bola termahal.

Adalah striker asal Argentina, Bernabé Ferreyra yang namanya bertahan selama 20 tahun sebagai pemain termahal dunia. Fereyra menjadi pemain dengan banderol tertinggi setelah dibeli River Plate dari Tigre pada 1932 -Rekornya dipecahkan Jeppson yang dibeli Napoli dari Atalanta-.

Nilai bayaran yang dikeluarkan River akhirnya sebanding dengan performa Ferreyra selama memperkuat klub yang bermarkas di Estadio Monumental, Buenos Aires itu. Total dari 185 penampilannya ia mencetak 187 gol untuk River.

Meski pada masanya dikenal sebagai salah satu striker yang ditakuti. Ferreyra tak pernah sekalipun mencicipi pengalaman bermain di Piala Dunia termasuk di Piala Dunia pertama 1930 ketika Argentina menembus final sebelum akhirnya dikandaskan Uruguay. Di level timnas, Ferreyra tercatat hanya empat kali memperkuat tim Tango.

Di Indonesia praktek jual beli pemain masih menjadi barang langka. Tercatat hanya beberapa kasus transfer yang terjadi setelah ada kesepakatan jual-beli seperti kepindahan Bima Sakti dari Pelita Jaya ke PSM Makasar (1999).

Praktek transfer pemain sepak bola di Indonesia belum menjadi kebiasaan dan cenderung hanya dijadikan solusi akhir ketika muncul persoalaan kontrak pemain. Seperti yang terjadi pada kasus Achmad Junaidi tahun 2001.

Saat itu, Achmad yang berstatus sebagai pemain Arema Malang mengingkari perjanjian kontrak selama 2 tahun setelah membuat kesepakatan baru dengan Persebaya. Akhirnya, Persebaya memutuskan membeli Achmad dengan nilai transfer Rp 175 juta dari Arema.

Padahal dengan kondisi yang cenderung selalu dihadapkan pada kesulitan finansial mayoritas klub di Indonesia. Praktek jual beli pemain bisa dijadikan salah satu solusi mengatasi problem finansial di tengah tuntutan mandiri.***

Rekor Transfer Pemain

Tahun

Pemain

Dari

Ke

Nilai

1893

Willie Groves

West Bromwich Albion

Aston Villa

100

1904

Andy McCombie

Sunderland

Newcastle United

700

1905

Alf Common

Sunderland

Middlesbrough

1,000

1922

Syd Puddefoot

West Ham United

Falkirk

5,000

1922

Warney Cresswell

South Shields

Sunderland

5,500

1928

David Jack

Bolton Wanderers

Arsenal

10,890

1932

Bernabe Ferreyra

Tigre

River Plate

23,000

1952

Hans Jeppson

Atalanta

Napoli

52,000

1954

Juan Schiaffino

Peñarol

Milan

72,000

1957

Enrique Omar Sivori

River Plate

Juventus

93,000

1961

Luis Suarez

Barcelona

Internazionale

152,000

1963

Angelo Sormani

Mantova

Roma

250,000

1967

Harald Nielsen

Bologna

Internazionale

300,000

1968

Pietro Anastasi

Varese

Juventus

500,000

1973

Johan Cruyff

Ajax

Barcelona

922,000

1975

Giuseppe Savoldi

Bologna

Napoli

1,200,000

1976

Paolo Rossi

Juventus

Vicenza

1,750,000

1982

Diego Maradona

Boca Juniors

Barcelona

3,000,000

1984

Diego Maradona

Barcelona

Napoli

5,000,000

1987

Ruud Gullit

PSV Eindhoven

Milan

6,000,000

1990

Roberto Baggio

Fiorentina

Juventus

8,000,000

1992

Jean-Pierre Papin

Marseille

Milan

10,000,000

1992

Gianluca Vialli

Sampdoria

Juventus

12,000,000

1992

Gianluigi Lentini

Torino

Milan

13,000,000

1996

Alan Shearer

Blackburn Rovers

Newcastle United

15,000,000

1997

Ronaldo

Barcelona

Internazionale

19,500,000

1998

Denílson

Sao Paulo

Real Betis

21,500,000

1999

Christian Vieri

Lazio

Internazionale

32,000,000

2000

Hernán Crespo

Parma

Lazio

35,500,000

2000

Luís Figo

Barcelona

Real Madrid

37,000,000

2001

Zinedine Zidane

Juventus

Real Madrid

46,000,000

2009

Kaka

Milan

Real Madrid

56,000,000

2009

Cristiano Ronaldo

Manchester United

Real Madrid

80,000,000

Keterangan ;

Dalam Poundsterling

Saturday 4 September 2010

Sepak Bola Untuk Kemanusiaan


BAGI yang memandang sinis sepak bola, lebih baik buang jauh-jauh sikap dan cara yang terlalu sempit ketika menyampaikan pendapat dan menilai olah raga paling populer di dunia ini.

Thursday 2 September 2010

Hantu di Stadium of Light

CERITA gaib selalu muncul di kehidupan masyarakat umum. Percaya atau tidak, setiap keyakinan pada dasarnya, mengakui adanya alam lain yang disebut gaib. Muncul beberapa teori untuk menjelaskannya, inti sari dari semua teori yang ada, ditarik kesimpulan, dunia gaib dan dunia kasat mata yang kita tinggali, punya batas yang tidak kasat mata.

Ketika seseorang dengan tiba-tiba bisa melihat mahluk yang berada di alam gaib, maka batas pemisah antara dunia itu, sedang bocor. Dan, terkadang penghuni alam gaib tak perlu menampakan diri untuk menyatakan mereka ada di sana.

Di Indonesia, di beberapa lokasi seringkali muncul cerita penampakan. Salah satunya, cerita hantu perempuan yang digambarkan berparas cantik dan sering menampakan diri di jembatan Ancol. Cerita ini, kemudian kian dikenal lewat sentuhan para sineas yang mengapresiasikanya ke bentuk sinema dalam berbagai versi dan alur cerita.

Cerita hantu yang menghuni sebuah tempat atau tidak mau meninggalkan tempatnya, juga ada di dunia sepakbola. Di Inggris, tepatnya di Stadium of Light, kandang Sunderland FC dikenal masyarakat Negeri Ratu Elizabeth itu, sebagai stadion berhantu.

Beberapa staf klub, ofisial dan pemain Sunderland seperti dikutip dari salah satu tulisan media berpengaruh di Inggris, The Mirror, tepatnya 16 April 2005, mengaku pernah jadi saksi penampakan Spottee, mahluk gaib penghuni Stadium of Light.

Stephen Elliot striker asal Irlandia yang kala itu masih berusia 21 tahun dan berkostum The Black Cat, menceritakan pengalamannya melihat Spottee yang digambarkan sebagai mahluk dalam bentuk asing dan berwarna hitam di salah satu koridor stadion. Cerita Elliot, kian menguatkan pengakuan dari dua orang staf klub yang sebelum Elliot menceritakannya kepada The Mirror, sama-sama mengaku pernah mendapatkan pengalaman serupa.

Cerita hantu Spottee di Stadium of Light kian terkenal setelah, Marcus Stewart, striker Sunderland saat itu, juga menyampaikan pengakuan yang sama. "Yang membuat saya berpikir apa yang pernah saya lihat adalah benar, karena Stephen pun menceritakan pengalaman yang sama," tutur Stewart.

Spottee diyakini sebagai hantu yang berasal dari abad ke-18. Dengan kata lain, Spottee sudah lebih dulu menghuni areal berdirinya Stadium of Light yang resmi dioperasikan sebagai kandang anyar Sunderland pada 1997, dibandingkan staf, pelatih, pemain dan fans klub rival sekota Newcastle United itu.

Saking terkenal sebagai tempat angker karena dihuni mahluk gaib dan kerap menampakan diri. Publik sepakbola Inggris, kemudian memplesetkan nama Stadium of Light yang megah dan modern, menjadi Stadium of Fright yang artinya Stadion Kengerian.***

Sunday 15 August 2010

Uang Menjatuhkan Sang Raja

BANYAK hal positif bisa di peroleh ketika sepakbola mulai mengenal bisnis dan sebaliknya, terhadap perkembangan sepakbola. Di era sepakbola modern, olahraga wajib mayoritas penduduk dunia ini, tak lagi sekadar bicara masalah menang dan kalah.

Sebagai olahraga terpopuler di planet bumi, sepakbola ibarat mesin uang bagi yang memahami cara memutar dan menggelembungkan uang. Tapi tidak selamanya penerapan aspek bisnis ke dalam sepakbola berujung tercapainya semua harapan. Seperti yang dialami salah satu klub penguasa sepakbola Inggris di era 1970-an hingga 1980-an, Nottingham Forest FC.

Ceritanya, dimulai awal tahun 1998, saat FA mencurigai terjadinya manipulasi transfer pemain yang melibatkan sejumlah petinggi klub dan staf teknis di era manajer legendaris, Brian Clough. Selain Clough, dua sosok kepercyaan Clough, Ronnie Fenton dan Steve Burtenshaw dicurigai ikut terlibat.

FA mendapatkan beberapa bukti yang mengarah pada tudingan beberapa pihak di dalam klub telah dengan sengaja membengkakan angka jual beli pemain demi tujuan pribadi.

Meski hasil investigasi FA seperti dikatakan juru bicaranya saat itu, Mike Lee menyatakan tak ada bukti kuat yang mengarah pada tindakan korupsi. Namun, kasus dugaan korupsi di tubuh klub penghuni The City Ground Stadium itu, berdampak cukup luar biasa terhadap perjalanan klub di kemudian hari.

Hasil penyelidikan akhir FA kala itu, membuat proses transaksi jual beli saham kembali dibuka, setelah sempat dibekukan selama masa penyelidikan dilaksanakan. Namun, karena kadung telah menimbulkan pencitraan negatif nilai saham Forest terus jatuh dan terjun bebas di lantai bursa efek London.

Akibatnya sudah bisa ditebak, kondisi keuangan Forest menjadi guncang dan minim kepercayaan dari para investor. Efeknya menjalar ke prestasi klub, tragisnya setelah kasus dugaan korupsi mencuat, Forest jadi lebih akrab dengan yang namanya degradasi. Setelah jatuh ke Divisi I di musim 1996/1997, Forest sempat kembali ke Premiership dua musim berikutnya.

Namun, comeback Forest di Premiership tak berjalan mulus karena diakhir kompetisi Forest kembali terdegradasi, bahkan di akhir musim 2004/2005 terlempar lebih jauh ke League 1 tiga tingkat dibawah Premiership. Sebuah kondisi yang sangat ironis dan berbanding terbalik 180 derajat jika menyimak perjalanan Forest di era 1970-an hingga awal 1990-an lewat sentuhan Clough.

Beberapa pihak kemudian curiga, ketika FA menyampaikan hasil laporannya kepada publik. Otoritas tertinggi sepakbola Inggris itu sebenarnya menutupi banyak fakta sebenarnya yang terjadi di tubuh Forest. FA dituding melakukan itu karena alasan ingin menghormati klub yang pernah membuat sepakbola Inggris membusungkan dada, saat Forest meraih gelar Piala Champions dua musim berturut-turut 1979 & 1980.

Kesimpulanya, sepakbola dan industri tak selamanya bisa disatukan. Daya pikat poundsterling telah membuat silau dan menggerus sifat 'tawakal' beberapa orang di internal klub, hingga akhirnya menjatuhkan klub yang dulu pernah berstatus sebagai Raja Inggris dan Eropa.

Diluar nama Clough yang bakal dikenang sebagai salah satu manajer legendaris yang pernah beredar di kompetisi Liga Inggris. Sepanjang sejarah klub yang didirikan tahun 1865, Forest pernah mencuatkan beberapa pemain yang namanya lumayan beken. Di masa kepelatihan Clough muncul nama kiper legendaris Inggris, Peter Shilton, lalu Viv Anderson, Trevor Fancis, Martin O'Neill, Kenny Burns, Stuart Pearce, dan lainya.

Fakta Nottingham Forest

- Tercatat dua kali secara beruntun memenangkan Piala Champions Eropa di musim 1979 mengalahkan klub Swedia, FK Malmo 1-0 di laga puncak dan mempertahankanya di musim 1980 usai mengandaskan Hamburg SV dengan skor yang sama.

- Bob McKinlay tercatat sebagai pemain Nottingham Forest dengan jumlah penampilan terbanyak yakni 682 penampilan (1951-1969) dan Grenville Morris tercatat sebagai pemain tersubur dalam sejarah klub dengan torehan 217 gol.

- Terlepas dari kontroversi kasus dugaan korupsi yang diarahkan kepadanya. Brian Clough yang meninggal pada 2004, akan selalu dikenang fans Forest sebagai salah satu manajer terbaik yang pernah ada. Sentuhan Clough yang mulai bertugas sejak 1975 hingga 1993, menghadirkan 1 gelar juara Liga Inggris di musim 1978, 2 Piala Champions Eropa (1979 dan 1980), Piala Super Eropa (1979), 4 trofi juara Piala Liga Inggris (Carling Cup), dan 1 gelar Community Shield.

- Sepeninggal Manajer Brian Clough, hingga musim 2009/2010, Forest sudah melakukan 12 kali pergantian di posisi manajer tim. Dua mantan pemain timnas Inggris, Stuart Pearce dan David Platt, juga masuk dalam catatan daftar manajer Forest sepeninggal era Clough.

- City Ground, stadion yang sudah digunakan Forest sejak 1898 dianggap sebagai salah satu stadion terbaik di Inggris, salah satu alasan penilaian itu muncul karena lokasinya yang berada persis di pinggiran sungai Trent dan masuk dalam areal kawasan wisata taman hutan. Stadion ini mengalami renovasi jelang penyelenggaraan Piala Eropa 1996 dan daya tampungnya ditingkatkan menjadi 30602 tempat duduk.

Monday 9 August 2010

Dari Seekor Anjing

MEI 2005 akan dicatat dalam sejarah perjalanan Manchester United FC sebagai sebuah klub sepak bola. Pada bulan kelima kalender masehi itu, tycoon bisnis asal Amerika Serikat, Malcolm Glazer resmi jadi pemilik saham terbesar Red Devil dengan komposisi kepemilikan sebesar 76 persen.

Kedatangan Glazer ke Old Trafford menuai banyak kontroversi diantara fans. Mereka yang berpikiran kedepan cenderung mendukung kehadiran Glazer yang dianggap bakal menjaga MU sebagai klub yang akan selalu dekat dengan gelar juara di setiap ajang kompetisi.

Mereka yang memegang teguh ideliasme Glazer adalah ancaman yang menimbulkan rasa khawatir MU bakal berubah jadi klub yang hanya selalu membuat sensasi tidak penting layaknya Real Madrid dibawah kepemimpinan Florentino Perez.

Kekhawatiran yang bisa diterima, jika lipatan buku sejarah berdirinya Red Devil kembali dibuka. MU berdiri sebagai sebuah klub sepakbola yang mewakili kelas pekerja. Fakta yang berbanding terbalik dengan kenyataan saat ini MU berada di barisan terdepan klub sepak bola kaya raya di era industri sepakbola.

John Henry Davies, , seorang juragan dan pemilik pabrik bir, mungkin tak akan pernah menyangka jika anjing liar yang ia jadikan hadiah ulang tahun untuk anaknya Elsie (12 tahun), jadi awal semua mimpi jadi kenyataan di Theatre of Dream.

Anjing liar yang ditangkap Davies itu, kemudian diketahui milik Harry Stafford, kapten klub Newton Heath, klub sepakbola yang sudah berdiri sejak 1878. Harry kemudian mengijinkan Davies menjadikan anjing miliknya jadi hadiah ulang tahun Elsie.

Pertemuan yang tak disengaja itu, kemudian berujung pada perbincangan dan rencana mendirikan klub sepakbola. Pada 1902, Davies dan Harry sepakat untuk mengubah nama Newton Heath menjadi Manchester United.

Tak lama setelah kesepakatan terjadi, Davies kemudian membeli sebuah cottage yang diperuntukan bagi para pemain. Awalnya MU tak lebih dari sebuah klub sepakbola yang bersifat pribadi dan jadi media untuk menyalurkan hobi dari kaum pekerja dalam memainkan si kulit bundar. Hanya tujuh tahun setelah resmi didirikan MU memenangi trofi FA Cup pertamanya.

“Bila ia masih hidup dan menjadi saksi semua hal membanggakan. Davies pasti akan terkejut dengan apa yang terjadi setelah ia memenuhi keinginan para pekerja di Manchester yang memimpikan memiliki sebuah klub,” kata Elizabeth Pertington, istri cucu dari mendiang Davies.

Setelah lebih dari satu abad sejak didirikan, MU seolah tak lagi mengusung semangat kaum pekerja. Red Devil kini jadi klub yang piawai membuat sirkulasi keuangan tetap stabil dan membuat para pebisnis di belahan penjuru dunia manapun jadi ngiler seperti Glazer yang dinilai fans loyal MU sebagai sosok Amerika yang berpura-pura jadi penggemar sepakbola demi mendulang profit.***

Sunday 4 July 2010

Sepak Bola (Memang) Bukan Matematika

SEPAKBOLA bukan matematika, tidak ada yang pasti dalam sepakbola. Tapi Harald August Bohr, membuat sepakbola dekat dengan matematika. Bohr adalah seorang ahli dalam sejarah ilmu matematika, lahir di Kota Kopenhagen, Denmark, 22 April 1887.

Sebagai ahli matematika, August Bohr menjadi terkenal setelah bersama rekannya Johannes Mollerup, menemukan rumus penting untuk mengetahui karakteristik fungsi gamma yang lebih dikenal dengan rumus Bohr-Mollerup.

Bohr terlahir di keluarga yang sangat mengedepankan pentingnya pendidikan. Kakaknya, Niels Bohr adalah seorang ahli fisika penemu struktur atom dan mekanika kuantum yang cukup terkenal.

Kendati sangat akur dalam kehidupan sehari-hari, Niels dan August tak bisa dikatakan akrab sebagai ilmuwan. Catatan perjalanan hidup kakak-adik ini, menunjukan keduanya hanya sekali secara bersama-sama mengerjakan makalah.

Lalu hal apa yang dilakukan August Bohr, hingga akhirnya dikenang jadi bagian dari sejarah sepakbola Denmark dan dunia? Ternyata sebelum akhirnya dikenang sebagai ahli matematika, August Bohr terlebih dahulu dikenal publik karena keahlianya mengolah si kulit bundar.

Perjalanan karier sepakbolanya memang tergolong pendek, tapi August Bohr akan selalu dikenang publik sepakbola Denmark sebagai seorang legenda sepakbola Negeri Dongeng tersebut pada masanya.

Di usia 16 tahun, August Bohr yang kerap menempati posisi bek dan gelandang bertahan, sudah tercatat sebagai pemain klub Akademisk Boldklub. Pada 1905 Bohr sempat bermain satu klub bersama kakaknya, Niels yang berposisi sebagai kiper.

Karier sepak bola August melejit lebih cepat dibandingkan Niels, dia terpilih masuk skuad timnas Denmark ketika Olimpiade 1908 digelar di London. Bahkan saat pesta multi cabang olaharaga paling akbar itu digelar, August Bohr jadi kunci permainan Tim Dinamit, peran pentingnya mengantarkan Denmark melaju hingga partai puncak sebelum akhirnya takluk 1-2 dari Inggris.

Seusai memperoleh gelar master di bidang matematika tahun 1909, August Bohr kemudian memutuskan secara perlahan mulai meninggalkan sepakbola dan lebih memilih fokus jadi ahli matematika. Kendati saat itu, kemampuanya di atas lapangan hijau dikenal seantero Denmark.

Bahkan ketika ia mempresentasikan disertasi doktoralnya, selang satu tahun setelah memperoleh gelar master. Hadirin yang hadir menyaksikan dan mendengarkan penjelasan hasil penelitian August Bohr, kebanyakan justru suporter sepakbola.

Para penggemar sepakbola ini, sengaja datang sekadar memenuhi hasrat ingin melihat lebih dekat sosok August Bohr. Kendati akhirnya sebagai ilmuwan kalah populer dibandingkan kakaknya, Niels. Namun sepakbola menjadikan August Bohr dikenang rakyat Denmark.

August Bohr memang mampu menyumbang rumus penting bagi dunia matematika. Tapi ia tak cukup memiliki pemikiran brilian untuk menciptakan rumus yang mampu menjelaskan kenapa Denmark gagal meraih emas Olimpiade 1908, sebab sepakbola memang bukan matematika.

Sebelum wafat pada 22 Januari 1951, August Bohr lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kuliah Institut Politeknik Kopenhagen. Seperti dikutip dari History of Mathematics, meski tercatat sebagai seorang olahragawan, August Bohr selalu di dera rasa sakit di kepala dan cenderung memiliki kebiasaan berperilaku menghindari debat dengan orang lain.***

Sunday 6 June 2010

Mendunia Berkat Lawakan


SEPAKBOLA Indonesia menuju pentas dunia. Slogan yang di usung dan digadang-gadang petinggi PSSI di era Azwar Anas, awal 1990-an. Dimulai dengan melebur kompetisi Galatama dan semiprofesional, Perserikatan ke dalam satu wadah kompetisi pada 1994 yang menghadirkan semangat baru di kalangan penggemar sepakbola Tanah Air.

Indonesia memang akhirnya ke pentas dunia pada 1998, bukan karena timnas Merah Putih lolos ke Piala Dunia 1998 di Perancis, tapi karena popularitas. Di tahun yang akhirnya menjadi tahun terakhir Azwar Anas duduk di kursi Ketua Umum PSSI itu, sepakbola Indonesia mendadak menggebrak dunia.

Sayangnya gebrakan itu, bukan berujung pada rasa bangga tapi malu sekujur tubuh akibat ulah konyol yang membuat penduduk planet Bumi tertawa geli melihatnya. Majalah olahraga berpengaruh di Amerika Serikat, Sport Illustrated bahkan rela memberikan kolom untuk membahas salah satu atraksi paling menggelikan dan bodoh yang pernah terjadi dalam sejarah sepakbola dunia.

Sport Illustrated saat itu, menulis apa yang terjadi pada tanggal 31 Agustus 1998 di Stadion Thong Nat, Ho Chi Min City, Vietnam, saat laga terakhir Grup B Piala Tiger (kini Piala ASEAN) dipentaskan, antara Indonesia menghadapi Thailand. "Amat memalukan, sebuah pentas lawakan yang teramat buruk. Sungguh sebuah penghinaan dari mereka terhadap dunia sepakbola" tulis Sport Illustrated.

Pada laga yang hanya menentukan posisi 1 dan 2 Grup B, karena Indonesia dan Thailand sudah sama-sama memastikan tempat di semifinal itu. Sejak awal pertandingan memang berjalan lamban, seolah tak ada nafsu untuk meraih kemenangan dan faktanya memang seperti itu. Sebab, kedua tim justru lebih bernafsu untuk kalah.

Faktor dukungan luar biasa suporter Vietnam jadi alasan bagi Indonesia dan Thailand emoh tampil sebagai juara Grup B. Bagi Thailand mereka hanya butuh hasil imbang supaya terhindar dari Vietnam yang menduduki peringkat 2 Grup A dibawah Singapura.

Sedangkan Indonesia di posisi agak 'sulit' karena membutuhkan kekalahan 'akibat' memiliki selisih gol yang lebih baik dibandingkan Thailand demi menghindari permainanan penuh tenaga Lee Hyun Duc cs dan dukungan luar biasa suporter Vietnam.

Ketika skor pertandingan masih sama kuat 2-2, entah kesal oleh ulah pemain Thailand yang tak mau diajak serius bermain bola atau bukan. Tiba-tiba para pemain Indonesia lebih asyik memainkan bola di belakang, dimulai dari lemparan ke dalam Uston Nawawi kepada Aji Santoso yang diteruskan kepada Mursyid Effendi lalu Miro Baldo Bento, kemudian kepada Kuncoro lalu kembali ke Mursyid yang sudah berdiri bebas di kotak penalti tanpa pengawalan pemain Thailand.

Dalam sepersekian detik, sebuah aksi 'heroik' terjadi. Demi membuat bangsa seribu pulau ini terhindar dari ketakutan terhadap Vietnam, Mursyid tiba-tiba mencetak gol paling indah nan menggelikan ke gawang Indonesia. Lucunya gol tersebut lalu disambut kegirangan para pemain Indonesia lainya, kamera televisi menangkap Yusuf Ekodono bertepuk tangan, pemain lainnya? Tanpa mimik penyesalan. Momen menggelikan yang disaksikan jutaan penduduk Indonesia melalui siaran langsung stasiun televisi swasta, antv.

Sebaliknya pasukan Thailand yang secara dramatis mencetak gol di menit akhir, lewat kebaikan hati para pemain Indonesia. Justru tampak begitu menyesalkan gol yang membawa Negeri Gajah Putih, unggul dengan skor tipis 3-2 atas Indonesia dan memperpanjang rekor bagus mereka sepanjang sejarah pertemuan kedua tim.

Adegan menggelikan di Ibu Kota Vietnam itu, lantas diputar berulang kali dan jadi tontonan menarik penduduk dunia melalui sejumlah stasiun televisi termasuk CNN yang dua tahun sebelumnya, tepatnya di Piala Asia 1996 mempublikasikan sepakbola Indonesia karena gol luar biasa yang dicetak Widodo Cahyono Putra ke gawanhg Kuwait.

Apa komentar Azwar Anas seusai pentas 'lawak' di atas lapangan hijau itu? Dengan enteng pejabat di masa Orde Baru itu, mengaku tak menyesali apa yang dilakukan pasukan Indonesia. "Tak ada aturan yang melarang sebuah tim sepakbola untuk kalah. Saya yakin tak akan ada teguran baik dari AFF maupun AFC karena hal ini," ujar Azwar Anas saat itu.

Orang nomor satu di tubuh PSSI itu, ternyata salah besar dan hanya memberikan komentar yang tak kalah konyolnya dengan kekonyolan yang dilakukan sepakbola Indonesia di hadapan penduduk dunia. Indonesia memang akhirnya selamat dari sanksi lebih berat, karena AFC hanya menjatuhkan hukuman berupa denda uang 40 ribu dollar. Tapi pentas sepakbola Gajah di Ho Chi Min City seolah jadi potret buramnya sepakbola Indonesia.

Bahkan Alfred Riedl yang bulan Mei 2010 resmi dipercaya PSSI menggantikan posisi Benny Dollo sebagai pelatih timnas Indonesia, sempat mengusulkan kepada AFF selaku penyelenggara turnamen untuk menjatuhkan skorsing berat kepada Indonesia dan Thailand.

"Indonesia dan Thailand telah melukai dunia olahraga. Keduanya harus dikeluarkan dari turnamen dan mendapatkan sanksi lainya. AFC dan FIFA pantas dan memiliki alasan kuat untuk menjatuhkan hukuman berat," tegas Riedl yang kala itu menangani timnas Vietnam.

Seolah mendapatkan hukum karma, Indonesia dan Thailand akhirnya sama-sama tersingkir di semifinal. Indonesia dikalahkan Singapura dan Thailand tak kuasa menghadapi motivasi tinggi Vietnam. Indonesia dan Thailand kemudian kembali bertemu di perebutan tempat ke-3, cerita akhirnya tentu saja tidak se-kontroversial seperti ketika keduanya bertemu di penyisihan Grup.

Kedua tim kali ini, sama-sama menyadari permainan sepakbola pada intinya untuk mencari tim pemenang. Indonesia akhirnya sukses mengandaskan Thailand lewat drama adu penalti sekaligus 'membalas' kekalahan 2-3 dari Thailand di penyisihan grup.

Cerita selanjutnya usai peristiwa memalukan itu, Azwar Anas memutuskan mundur dari kursi Ketua Umum PSSI, posisinya digantikan Agum Gumelar. Mursyid Effendi, sang 'pelaku' bunuh diri, dihukum seumur hidup oleh FIFA tak boleh bermain di level internasional. Mursyid kemudian mengaku sangat menyesali tindakannya, perlu waktu lama baginya mengembalikan kondisi psikologis akibat derasnya sorotan publik dan media.***

Thursday 3 June 2010

Pele dan Senayan

RABU, 20 Juni 1972, Jakarta belum sesibuk dan sepadat sekarang. Tapi kehadiran Pele, legenda sepakbola Brazil di Ibu Kota Negara kala itu, membuat Jakarta tampak sangat sibuk dan padat.

Jakarta dan publik sepakbola Indonesia menyambut antusias kedatangan Pele bersama klubnya Santos. Kompleks olahraga Senayan dijejali ribuan manusia yang ingin menyaksikan langsung penampilan Pele dan samba-samba lainya yang diuji kemapananya oleh tim nasional Indonesia.

Stadion Senayan atau sekarang lebih dikenal Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) menggelora oleh sihir samba. Sekitar 85 ribu pasang mata hadir menyaksikan laga Indonesia versus jagoan Brazil itu.

Santos datang ke Jakarta memenuhi undangan PSSI. Namun, rencana menghadirkan Pele dan kawan-kawan sempat terancam batal, menyusul belum terpacainya kesepakatan soal match fee antara pihak PSSI dengan pihak Santos.

Kubu Santos konon saat itu, mematok harga 40 ribu dollar, nilai yang saat itu dianggap terlampau tinggi dan tidak adil. Sebelum melawat ke Tanah Air, klub yang banyak melahirkan bintang sepakbola Brazil itu terlebih dulu mesambangi Hong Kong dan rela dibayar hanya 28 ribu dollar.

Namun, demi memenuhi hasrat pecinta sepakbola Tanah Air yang jauh hari sebelumnya sudah menantikan kedatangan Pele dan kawan-kawan. PSSI akhirnya bersedia membayar sesuai match fee yang dipatok Santos.

Santos akhirnya mendarat di Bandara Kemayoran, Jakarta pada 18 Juni 1972. Ribuan fans sepakbola menyambut kedatangan Santos di bandara. Mereka mengeluk-elukan nama Pele yang dua tahun sebelumnya di Meksiko 1970 sukses mengantarkan Brazil menjadi juara dunia usai mengandaskan Italia 4-0 di Estadio Azteca, Mexico City.

Saking tingginya antusiasme masyarakat, termasuk para peliput. Seperti dikutip dari dokumen Harian Kompas, wartawan pun terpaksa rebutan tempat dengan warga yang menyambut kedatangan Santos.

Hajad pun tergelar di atas rumput SUGBK, dua hari kemudian. Timnas kala itu ditangani pelatih Endang Witarsa mengandalkan para pemain terbaik pada masanya seperti kiper, Ronny Paslah, trio center back, M. Basri, Muljadi dan Anwar Udjang.

Di sektor tengah Abdul Kadir dan Iswadi Idris diberikan kepercayaan menjadi kreator permainan. Sementara duet Risdianto dan Jacob Sihasale diandalkan jadi duet ujung tombak Merah Putih.

Meski hanya uji coba, Santos tetap menurunkan materi pemain terbaiknya, selain Pele, para pemain utama mereka diantaranya Cejas (kiper), Edu, Jades, Nene, Orlando, Jose Carlos, Leo dan Alcindo diturunkan sejak menit awal.

Sekitar 85 ribu penonton langsung menyambut riuh kala laga Indonesia versus Santos yang dipimpin wasit R. Hatta dimulai. Tapi sesaat itu pula, penonton dibuat terkejut sekaligus terkesima oleh aksi para pemain Santos.

Saat laga baru berjalan dua menit, gawang Ronny Paslah sudah dijebol Jader yang sukses menceploskan bola setelah bekerjasama satu-dua dengan Edu. Santos menggandakan keunggulan menjadi 2-0, giliran Edu yang memaksa Ronny Paslah memungut bola dari gawangnya.

Kalah kelas dan kualitas, timnas dibuat kocar-kacir oleh goyang samba yang dipertontonkan para pemain Santos. Hanya selang beberapa menit setelah gol kedua, aksi individual Edu membuat barisan pertahanan Indonesia kalang kabut dan memaksa dua pemain mengganjal Edu di kotak penalti. R. Hatta pun tak sungkan menunjuk titik putih.

Dan, Pele akhirnya mencatatkan dirinya sebagai salah seorang pemain yang pernah membuat jala gawang SUGBK bergetar. Eksekusi penaltinya tak mampu dibendung Ronny Paslah. Unggul 3-0, Santos kemudian mengendurkan serangan.

Kondisi itu mampu dimaksimalkan pasukan Indonesia. Tepatnya di menit 31, setelah menerima umpan yang disodorkan Abdul Kadir, Iswadi Idris tanpa ampun menghujamkan si kulit bundar ke dalam gawang Santos namun bola bisa ditepis Cejas. Bola liar kemudian disambut Risdianto yang tinggal mencocor bola dan menaklukan Cejas. Skor berubah menjadi 3-1 dan bertahan hingga jeda pertandingan.

Memasuki babak kedua, para pemain Indonesia sudah tak lagi canggung menghadapi bintang-bintang Santos. Merah Putih mampu mengimbangi permainan yang dikembangkan Santos. Hasilnya tak sia-sia, pada menit 70, sebuah kerjasama apik antara Juswardi dan Jacob Sihasale dituntaskan dengan apik oleh Risdianto dan mengubah kedudukan menjadi 3-2.

Tambahan satu gol lagi, maka Indonesia akan membuat Santos 'malu'. Setelah mampu memperpendek jarak ketertinggalan, para pemain Indonesia kian percaya diri. Sebaliknya Santos mulai menyadari kualitas para pemain Indonesia ternyata tak serendah yang dibayangkan.

Permainan jadi kian menarik ditonton, bahkan sempat dibumbui ketegangan diantara para pemain kedua tim ketika laga memasuki menit ke-77. Pemain Santos, Leo yang terlihat tergeletak coba dibangunkan Iswadi yang menganggapnya hanya berpura-pura.

Tapi sikap Iswadi itu sontak tak diterima Leo yang merasa perlu perawata dari tim medis. Iswadi kemudian naik pitam dan menendang punggung Leo. Akibatnya sudah bisa dibayangkan, para pemain dari kedua tim langsung menghampiri dan kejadian tersebut nyaris menimbulkan perkelahian massal sebelum akhirnya bisa dilerai.

Sayangnya di sisa pertandingan Indonesia gagal menyamakan kedudukan dan takluk 2-3. Kendati kalah, penampilan pasukan Merah Putih cukup mengundang banyak pujian. Kendati goyang samba yang diusung Pele cs, awalnya menyihir SUGBK, namun diakhir laga Samba nyaris tak bergoyang karena perjuangan gigih para pemain Indonesia.***

Saturday 29 May 2010

Perang Mengubur Mimpi Yugoslavia

--Di sini saya berdiri, di hadapan wajah-wajah yang berani mengambil resiko, di depan mereka yang berani mengorbankan karier dan hidupnya. Berdiri untuk sesuatu yang dianggap pantas dan layak. Berdiri karena satu keyakinan, Kroasia--

Kalimat itu meluncur dari mulut Zvonimir Boban -legenda sepakbola Kroasia yang kala itu baru berusia 21 tahun-, setelah insiden kerusuhan berbau suku, ras dan agama (SARA), pada pertandingan Liga Yugoslavia, Dynamo Zagreb versus Red Star Belgrade di stadion Maksimir, Zagreb, 10 Juni 1990.

Sebelum pertandingan dimulai, suasana panas sudah sangat terasa. Yel-yel yang kental aroma rasis, politik dan ancaman dilantangkan fans Red Star. Franco Tudjaman pemimpin Kroasia saat itu, jadi sasaran cibiran ultras Red Star, menggambarkan kearoganan orang Serbia -kami akan bunuh Tudjman, karena Zagreb milik Serbia-.

Tawuran massal antar kedua suporter tak terelakan, petugas keamanan Kota Zagreb yang mayoritas orang-orang Serbia, terlibat saling lempar batu, adu jotos dan bentuk kekerasan lainnya.

Polisi cenderung lebih fokus mengejar dan menangkap orang-orang Kroasia. Hingga tiba pemandangan yang menarik perhatian Boban saat Polisi meringkus seorang pendukung Dynamo Zagreb di tengah lapang.

Tak rela melihat pendukung Dynamo Zagreb di gebug dan di tangkap polisi Serbia. Boban melayangkan tendangan ke arah petugas polisi hingga sang petugas terjengkang. Fans yang ditolong Boban pun berhasil membebaskan diri.

Naas bagi Boban, dia akhirnya di tangkap dan di jerat hukuman karena telah menyerang petugas keamanan. Tapi rakyat Kroasia kemudian menempatkan kejadian di Maksimir sebagai serpihan perjuangan patritotik rakyat Kroasia melepaskan diri dari kungkungan orang-orang Serbia.

Empat tahun kemudian didirikan tugu monumen untuk mengenang kepahlawanan Boban dan suporter sepakbola Kroasia. Sekaligus simbol terkuburnya kemapanan sepakbola Balkan yang sudah menggeliat kembali pasca keberhasilan pasukan muda Yugoslavia menjuarai Piala Dunia U-20 di Cile tahun 1987, setelah menumbangkan Jerman Barat lewat drama adu penalti 6-5.***

MORTIR, tank, AK-47, rudal dan berbagai jenis senjata modern lain telah meluluhlantakan kawasan Balkan. Pembantaian etnis besar-besaran terjadi di ujung timur Eropa. Konflik berbau suku, ras, serta agama yang sudah berlangsung berabad-abad, mencapai puncaknya di akhir 1980-an hingga pertengahan 1990-an.

Di mata muslim Bosnia, Presiden Slobodan Milosevic sama hina dan kejinya dengan Israel di hadapan rakyat Palestina. Tak manusiawi seperti Muhammed Farah Aidit yang membiarkan rakyat Somalia dilanda kelaparan massal dan dirundung perang saudara berkepanjangan.

Rakyat Bosnia paling merasakan kekejian Milosevic. Ratusan ribu muslim Bosnia tewas di tangan prajurit Serbia. Sebuah karikatur menggambarkan bagaimana masyarakat internasional seharusnya menempatkan Milosevic di dalam tungku panas.

Perang telah menghancurkan semua sektor. Yugoslavia pecah menjadi beberapa bagian, sesuai karakteristik budaya, agama dan etnisnya. Bosnia Herzegovina, Kroasia, Macedonia, Slovenia, Montenegro dan Serbia tak lagi bersatu di bawah bendera Federal Yugoslavia.

Kekejaman Milosevic ikut meruntuhkan sepakbola Yugoslavia. Kerusuhan suporter berbau SARA jadi warna kental sepakbola Yugoslavia akhir 1980-an dan awaln 1990-an. Hingga akhirnya pada 30 Mei 1992 keluar resolusi PBB nomor 757.

Dalam poin F disebutkan PBB melarang partisipasi olahragawan asal Yugoslavia di event internasional. Hal itu kemudian ditindak lanjuti UEFA dan FIFA. Yugoslavia akhirnya dilarang tampil pada putaran final Piala Eropa 1992 di Swedia.

Tempat Yugoslavia diganti runner-up grup 4, Denmark yang akhirnya mengejutkan dan meledak-ledak sesuai julukanya. Ledakan tim Dinamit menenggelamkan kapal Inggris dan Perancis di penyisihan grup, lalu merobohkan dam Belanda di semifinal dan tank Jerman dihancurkan di laga puncak.

Andai, FIFA tak memasung Yugoslavia, mereka yang mengangkat trofi Henry Delauney di Stadion Ullevi Goteborg, musim panas 1992 mungkin bukan Brian Laudrup, Kim Vilfort, Jon Jansen, Peter Scheimechel dan lainya.

Tetapi barisan anak muda Yugoslavia yang baru mekar seperti Robert Prosinecki, Dejan Savicevic, Predrag Mijatovic, Dejan Stojkovic, Robert Jarni, Sinisa Mihajlovic, Davor Suker, atau striker yang saat itu sedang naik daun Darko Pancev.

Kala itu, kekuatan sepakbola Eropa seperti sedang bergeser ke arah timur. Kesuksesan Red Star Belgrade (Crvena Zvezna) menjuarai Piala Champions 1991 dan Piala Intercontinental di tahun yang sama, merupakan kelanjutan dari keberhasilan Yugslavia di Piala Dunia U-20 tahun 1987 dan jadi bukti kebangkitan sepakbola Balkan setelah sekian tahun tertidur.

Ketika mimpi indah mulai dirangkai dan terasa bakal terwujud. Pertentangan politik dan rasa benci antar etnis telah mengahancurkan semua mimpi-mimpi itu. Sepakbola Balkan yang baru saja melahirkan sejumlah pemain berbakat -di kemudian hari dikenang publik sepakbola dunia-, sekejap ikut hancur.

"Perang telah menghancurkan segalanya. Jika saja kami masih bersama, mungkin tangisan yang terdengar bukan tangisan dari mereka yang kehilangan putra, istri dan suami akibat peluru yang ditembakan serdadu Serbia," ucap Robert Prosinecki.***


DI detik-detik jelang kematian sepakbola Balkan, Yugoslavia menyimpan beberapa pemain dengan nama besar dan diakui Eropa bahkan dunia. Kebesaran mereka diwakili oleh kesuksesan Red Star Belgrade memukul Olympique Marseille di final Liga Champions 1990/1991 di Stadio San Nicola, Bari.

Kawasan Serbia memiliki Predrag Mijatovic, Sinisa Mihajlovic, Vladimir Jugovic, Dejan Stojkovic, Mateza Kezman, Darko Kovacevic, Savo Milosevic dan Dejan Savicevic yang oleh publik sepakbola Italia dijuluki Il Genio (Si Jenius) berkat sentuhan hebatnya bersama AC Milan.

Kroasia tak kalah getol melahirkan pesepakbola handal, Robert Jarni, Robert Prosinecki, Mario Stanic, Igor Tudor, Zvonimir Boban, Alen Boksic, Kovac bersaudara (Niko dan Robert), serta Zvonimir Boban jadi produk handal sepakbola Kroasia.

Melintas ke Bosnia Herzegovina, era 1980-an hingga 1990-an muncul beberapa nama besar dari tanah Bosnia yang mayoritas penduduknya memeluk Islam setelah wilayah ini dikuasai Kekaisaran Turki Ottoman. Nama Vahid Halilhodzic, Dejamudin Musevic hingga Hasan Salihamidzic dan generasi Edin Dzeko. Mereka terlahir sebagai legenda sepakbola Bosnia.

Kemudian Macedonia, pernah melahirkan sejumlah pemain hebat di bawah belengu rezim sosialis. Darko Pancev sempat berkostum Inter Milan setelah ambil bagian mengantarkan Red Star merajai Eropa dan Dunia. Nama lainnya, Dusan Pesic, Bosko Prodanovic, Vladimir Radaca, berlanjut ke era Goran Pandev.

Sedangkan Slovenia, tergolong konsisten menelorkan bakat-bakat lapangan hijau. Di era Negara Federal Yugoslavia, wilayah Slovenia mewakilkan Srecko Katanec sebagai ikon sepakbolanya. Setelah memproklamirkan kemerdekaanya pada 12 Juni 1991, sepakbola Slovenia tetap stabil.

Beberapa pemain Slovenia sempat mencicipi karier di kompetisi Liga yang termasuk 10 besar di Eropa seperti Zlatko Zahovic (Benfica), Milenko Acimovic (Lille), Zlatko Dedic (Parma) dan Alexander Knavs (Vfl Wolfsburg).

Dari semua Negara pecahan Yugoslavia, prestasi Kroasia bisa dikatakan yang terhebat. Kroasia pernah mengejutkan di Euro 1996 dan hanya kalah tipis 1-2 dari Jerman di perempatfinal.

Piala Dunia 1998 di Perancis menjadi momentum pengakuan dunia kepada sepakbola Kroasia. Davor Suker cs, sukses melenggang hingga semifinal sebelum akhirnya takluk 1-2 di tangan tuan rumah dan menutup pesta sepakbola terbesar di dunia dengan menundukan Belanda 2-1 di perebutan tempat ketiga.***

Saturday 1 May 2010

4 Juta Kata Persib

SEKADAR iseng, saya coba menuliskan nama Persib di mesin pencari (search engine) Google. Setelah di-enter, saya mendapatkan sekitar 4.410.000 hasil untuk penelusuran nama Persib. Ketika saya ketik Persib Bandung, ada sekitar 770.000 hasil penelusuran.
Saya pun mencoba mengetik sepuluh tim papan atas Liga Super, mulai dari Arema Indonesia sampai PSPS Pekanbaru.
Hasil pencariannya sebagai berikut, Arema Indonesia 583.000 hasil pencarian, Persiba Balikpapan (144.000), Persipura Jayapura (154.000), Persija Jakarta (382.000), Persema Malang (130.000), Sriwijaya FC (369.000), Persiwa Wamena (98.300), Persijap Jepara (93.500) dan PSPS Pekanbaru (137.000).(**)
 
Designed By OddThemes & Distributd By Blogger Templates