BREAKING NEWS

Blogger templates

Saturday 11 April 2009

Kembali ke Belakang

JIKA dihitung-hitung dalam lima musim terakhir, total uang rakyat yang dihabiskan Persib Bandung menembus angka lebih dari Rp100 miliar. Jumlah yang lumayan fantastis untuk ukuran klub yang masih ‘rajin’ melaksanakan puasa gelar juara lebih dari satu dekade.

Kenyataan itu bukan tanpa menghadirkan unek-unek dibenak petinggi Maung Bandung. Termasuk Ketua Badan Pengelola Persib (BPP) Dada Rosada. Orang nomor satu di tubuh klub yang 14 Maret lalu genap berusia 76 tahun itu, mengungkapkan mau tak mau BLI harus segera menolong klub.

Besarnya jumlah pengeluaraan dinilai Dada tak melulu karena faktor klub ingin gagah-gagahan untuk membuktikan ambisi juara dengan cara merekrut pemain label bintang. Tapi lebih karena regulasi penggunaan maupun kontrak pemain seolah menuntut klub melakukan hal yang sifatnya jor-joran.

Dada kembali menyuarakan tak ada salahnya dalam beberapa hal, sepakbola Indonesia dikembalikan ke belakang. Total musim ini dana yang disiapkan Persib mencapai sekitar Rp29.5 miliar atau salah satu yang tertinggi diantara seluruh kontestan Liga Super 2008/2009. “Lebih baik mengacu kembali ke pola Perserikatan,” katanya.

Yang dimaksud Wali Kota Bandung tersebut, menyangkut penggunaan pemain. Dada menilai salah satu solusi terbaik untuk menekan pengeluaraan klub yang diprediksi dalam beberapa musim kedepan bakal jauh lebih kesulitan dana adalah dengan cara mencaplok aturan salah satu aturan non formal yang pernah berlaku ketika kompetisi Perserikatan masih berjalan.

“Lebih baik memberi kewajiban kepada klub menggunakan pemain binaan sendiri, misalnya dari total pemain yang ada 60-70% diantaranya pemain binaan. Selebihnya merupakan hasil perekrutan,” ucap Dada.

“Bukan kah hal ini lebih menjanjikan kesempatan kepada para pemain yang sebelumnya bersatus amatir untuk lebih cepat mengorbit ke tingkat profesional. Lebih dari itu, sisi positif lainya klub menjadi lebih terdorong untuk fokus dan menyandarkan diri pada pola pembinaan pemain,” lanjutnya.

Dada bukan sedang mengajak sepakbola Indonesia untuk mundur satu langkah. Sebab faktanya klub sepakbola di Indonesia cenderung lebih suka menghamburkan dibanding menghasilkan duit. Termasuk klub-klub yang dinilai flat hitam atau swasta seperti Pelita Jaya FC, Arema Malang, PKT Bontang dan beberapa klub eks Galatama lainya.

Dalam sebuah kesempatan, Ketua Umum Pelita, Gunawan Tamsir sempat mengungkapkan, The Young Guns sebenarnya belum seistimewa yang dibayangkan publik sepakbola nasional untuk urusan kemandirian. “Meski statusnya klub swasta, bukan berarti kami tak dituntut untuk mandiri. Malu rasanya jika terus menerus disubsidi dana perusahaan,” ungkap orang nomor satu di Pelita.

Tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk belanja pemain membuat klub milik keluarga besar Bakrie itu, hingga dua dekade lebih tak kunjung mampu melepaskan diri dari ketergantungan induk semangnya, Bakrie Brothers.

“Belum ada keseimbangan antara cost, reward dan punishment. Padahal idealnya, sumber pemasukan terbesar datangnya dari arus lalu lintas transfer pemain, bukan sebaliknya, menjadi beban klub yang seolah tak berujung,” tandasnya.(***)

 
Designed By OddThemes & Distributd By Blogger Templates